Sudah lama sekali tidak menulis
di blog karena tidak tau mau nulis apa hehe. Akhirnya, muncul ide juga apa yang
mau diceritain kali ini. Sesuai judulnya, aku mau cerita tentang perjalanan
melepas status mahasiswa.
Setelah
4 tahun lebih 1 bulan akhirnya aku wisuda juga. Awalnya sempat pesimis bisa
lulus tepat waktu, karena lika-liku skripsi yang lumayan panjang dan melelahkan.
Meskipun, masuk kategori lulus tepat waktu, bukan berarti proses membuat
skripsiku tidak ada hambatan sama sekali. Seperti banyak cerita orang-orang,
pasti ada aja hal tak terduga yang terjadi selama proses pembuatan skripsi.
Baik dari faktor internal maupun eksternal. Pembuatan skripsiku juga tidak
secepat yang dikira, bahkan menurutku udah termasuk lama dibandingkan dengan
teman-temanku yang wisuda terlebih dulu. Aku mengajukan judul skripsi bulan
November tahun 2017. Alhamdulillah pengajuan judul lancar, langsung mendapat persetujuan
dari ketua departemen, walaupun sempat dikomentarin. Karena temanku ada yang
judulnya tidak diterima, sampai harus mengajukan berkali-kali. Jadi, sistem di
fakultasku adalah mengajukan judul ke ketua departemen prodi, setelah disetujui
maka akan dipilihkan dosen yang sekiranya berkompeten mengenai kasus yang kita
ambil untuk menjadi pembimbing.
Pengajuan
judulku memang cukup sehari, tapi karena sempat mendapat komentar yang agak
tidak enak. Maka, aku ragu-ragu untuk menemui dosen pembimbingku. Takut makin
dihujat atau disuruh ganti judul. Akhirnya aku menunda untuk bertemu selama 2
(dua) bulan. Selama itu juga tidak ada
progress apapun dari skripsiku, aku masih sibuk kuliah, UAS dan pulang ke
Sidoarjo. Akhir Januari, mulai kepikiran kalau aku takut terus, kapan lulusnya?
Setelah libur semester 7 berakhir, aku memberanikan diri untuk bertemu dosen
pembimbingku. Ternyata, ibu-nya baik banget dan enak diajak diskusi. Sampe
kepikiran, kenapa nggak dari awal aja aku ketemunya biar cepet beres. Pertemuan
pertama, beliau meminta untuk dibuatkan outline terkait judul penelitianku.
Setelah revisi outline sebanyak dua kali,kemudian lanjut ke proposal. Pembuatan
proposal aku tunda-tunda karena di semester 8 aku masih mengulang mata kuliah.
Jadi, sempat bentrok dengan UTS dan tugas-tugas kuliah. Ternyata revisi
proposal memakan waktu lebih lama yang mengakibatkan penyesalan lagi. Hidupku
emang kebanyakan penyesalannya, tapi nggak berubah. Hadeh.
Setelah
revisi berkali-kali, akhirnya diizinkan untuk melakukan penelitian. Di fase ini
aku lumayan senang, karena akhirnya skripsiku berprogress juga. Tapi, melakukan
penelitian tidak semudah yang aku bayangkan, yaitu nyari responden, wawancara
narasumber, mengolah data, lalu selesai. Untuk mendapat izin penelitian, ada
birokrasi yang harus dilewati dan memakan waktu yang sangat lama, bikin emosi
dan kesel juga. Selama 1 (satu) bulan setengah, skripsiku mandeg karena tidak ada kepastian dari tempat aku melakukan
penelitian. Ketika melihat teman-teman
yang mulainya bareng aku, tapi mereka
udah selesai penelitian dan mulai nulis bab pembahasan itu bikin aku stress. Apalagi,
ketika teman-teman dekatku satu persatu sidang untuk wisuda di bulan Mei, aku
makin stress.
Penantian
panjangku akhirnya memperoleh kepastian, urusan menunggu izin penelitian
berakhir, langsung ngebut mencari data. Kenapa ngebut? Karena izin penelitian
yang aku ajukan di surat izin mulai dari awal Mei sampai awal Juni, namun izin
penelitian baru disetujui akhir Mei dan itu mepet sama jadwal mudik. Alhasil
cuma punya waktu sekitar seminggu untuk mencari data responden dan narasumber.
Waktu itu bener-bener sibuk dan capek, karena data respondenku tidak hanya di
satu tempat. Dalam seminggu aku berpindah-pindah kota. Bahkan sampai tidak
merasa spesial ketika ulang tahun saking hectic-nya.
Tapi, emang ulang tahunku tidak pernah spesial. Selama mencari data, ada aja
hal yang terjadi. Pernah salah turun stasiun, kirain udah sampe ternyata masih
satu stasiun lagi. Untungnya, keretanya belum jalan jadi bisa naik lagi,
meskipun malu dilihatin penumpang yang lain. Pernah juga, waktu habis dari Klaten, motorku
yang aku parkir di depan stasiun Tugu dikempesin dan dikasih stiker pelanggaran
parkir. Padahal, paginya itu masih jadi tempat parkir, ada tukang parkir dan
banyak motor yang parkir. Waktu aku pulang, tinggal motorku doang. Hahaha. Sebenarnya,
yang paling aku khawatirkan dari proses mencari data adalah wawancara
narasumber, karena menurut penuturan mbak-mbak pegawai disana, Ibunya lumayan
tegas. Jadi agak takut juga.
Alhamdulillah, lagi-lagi ketakutanku tidak terjadi, ternyata Ibunya baik dan friendly. Proses wawancarapun
berlangsung lancar.
Hal
tak terduga lainnya adalah sebelum penelitian, Dosen Pembimbingku tiba-tiba
ngabarin bakal cuti naik haji selama dua bulan. Emang ada-ada aja ya masalah
skripsi ini. Akhirnya, selesai lebaran aku langsung rutin ngisi absen di
perpustakaan. Tiap hari aku ngerjain, biar bisa daftar sidang di bulan Juli
untuk wisuda Agustus. Manusia berusaha, tapi Allah berkehendak lain. Dosen
pembimbingku tidak menyanggupi, karena memang waktu yang sangat mepet. Saat
itu, aku rasanya sedih dan kecewa. Bukan karena aku gagal wisuda Agustus, tapi
karena orang tuaku harus bayar UKT lagi. Aku nangis seharian, kecewa sama diri
sendiri. Sejak skripsian moodku jadi super sensitif, dikit-dikit nangis dan
kebawa sampai sekarang. Tapi untungnya
aku punya orang-orang baik yang bisa diajakin cerita.
Everything happens for a reason itu
benar adanya, setelah tidak bisa wisuda Agustus dan akan nganggur selama
sebulan lebih. Akhirnya aku memutuskan untuk magang. Fakultasku memang tidak
ada sks untuk magang, jadi selama kuliah aku belum pernah magang, akhirnya ada
kesempatan untuk magang selama sebulan. Lumayan menambah pengalaman. Ketika
dosen pembimbingku pulang dari ibadah haji, rasanya semua berjalan dengan
cepat. Beliau biasanya susah ditemui, sekarang tiap hari bisa ketemu. Revisi
yang biasanya membutuhkan waktu berminggu-minggu, saat itu sehari juga selesai.
Pokoknya jadi baik dan hanya butuh waktu sebulan untuk aku revisi dari bab 2
(dua) sampai bab 5 (lima). Kemudian, akhirnya hal yang dinanti-nanti tiba juga,
ketika Ibu Dosbing bilang “udah daftar aja, jangan kelamaan ya daftarnya. Nanti
saya hubungi sekretaris departemen” wow. Seneng sih, tapi panik juga. Dalam
waktu dua atau tiga hari aku mempersiapkan berkas-berkas persyaratan untuk
daftar sidang.
Akhirnya,
hari yang aku tunggu selama 4 (empat) tahun kuliah datang juga. Nggak nyangka
bisa sampai ditahap ini, karena awal kuliah merasa salah jurusan dan keteteran
banget, jadi merasa “wow aku bisa lulus dari jurusan ini”. Sejak tau jadwal
sidang sampai hari H sidang, deg-degan banget. Padahal, udah nyiapin harus
ngomong apa, tapi tetep aja takut kalau nggak bisa jawab gimana dan ketakutanku
pun terbukti, aku kalau nervous pasti
jadi blank. Huhuhu. Apalagi, salah
satu dosen pengujiku terkenal galak, makin nervous
lah aku ketika beliau bertanya. Untungnya, dosen yang lain baik-baik
banget. Keluar ruangan aku langsung nangis, takut nggak lulus. Emang hidupku
dikit-dikit nangis kayanya. Tapi, Alhamdulillah lulus meskipun ada beberapa
revisi. Surprisingly, revisiku tidak
banyak. Jadi, bisa aku selesein dengan cepat.
Alhamdulillah,
salah satu tahapan di hidup sudah terlewati. Waktu sekolah, kalau lihat berita
mahasiswa depresi gara-gara skripsi aku
selalu mikir mereka berlebihan sekali. Ternyata setelah merasakan sendiri,
emang kalau mentalnya tidak kuat bisa menyebabkan depresi. Untungnya
orang-orang di sekelilingku pada baik, selalu support dan mau mendengarkan
keluhanku. Awalnya aku juga merasa tertekan, karena orangtuaku selalu menanyakan
tentang skripsi, sampai akhirnya aku sampaikan, kalau ditanya terus, aku merasa
tertekan dan mereka ngerti. Sejak saat itu kalau pulang ke rumah, nggak pernah
bahas skripsi kecuali aku yang mulai, padahal sebelumnya selalu bahas sampai
rasanya males pulang. Dan hal itu membantu banget untuk mengurangi rasa stress
ku. Jadi, semisal lagi skripsi, dan merasa mendapat tekanan dari orang
terdekat, keluarga misalnya, bisa diajak ngomong baik-baik, disampaikan seperti
apa perasaan kalian.
Proses ini memang merupakan awal
untuk menuju ke tahapan hidup selanjutnya, tapi setidaknya aku sedikit merasa
lega ketika tahapan ini sudah terlewati.